Tidak
ada satu manusia pun di muka bumi ini percaya bahwa sukses bisa diperoleh
dengan modal dengkul. Mereka kompak beranggapan bahwa yang namanya modal
ya modal, setiap usaha butuh modal. Apaan modal dengkul? tidak bakalan sukses!!!
Namun, sebagian orang malah percaya bahwa dengkul juga modal.
Menggerakkan dengkul itu modal yang tidak kalah ciamik, karena di lihat
dari patron kisah kesuksesan manapun, modal dengkul itu eksis di dunia
ini. Ambil contoh Soichiro Honda. Bermodalkan
dengkulnya yang lecet-lecet berkerja di bengkel orang, sampai akhirnya
bisa punya bengkel sendiri, dan bikin sepeda kecil kecilan, motor kecil
kecilan dan UKM kecilnya di Jepang, yang terus berkembang dan sekarang
kita kenal dengan nama Honda Motor Co. Dimana sekarang bisa memperkerjakan ratusan ribu orang. Modal Soichiro itu pada awalnya dengkul.
Bila dengkul itu di ibaratkan sebagai gerak sendi tubuh, atau semacam
kondisi virtual mental sesuatu berdengkul yakni bernyali untuk
bergerak, memang tampaknya menjadi modal yang sangat luar biasa sekali.
Berapa hebat modal dengkul vs modal riil material?
Siapa yang menjadi paling ampuh paling mujarab. Nah pembaca, jika ada
yang hendak bepikiran semacam itu, membuat segmentasi tarung antar
genre, bisa dipastikan orang itu sarap. Karena Tuhan sudah mengalirkan rezeki masing masing tanpa harus mengunggulkan yang mana yang paling bagus dalam metode.
Dengkul adalah karunia Tuhan yang paling dashyat. Karena bagi orang
Indonesia dengkul bisa di ibaratkan sebagai suatu modal. Omong kosong
teriak orang banyak, mana ada usaha modal dengkul saja. Benar dari satu
sisi, tapi jangan pikirkan dengkul itu sebagai elemen yang tidak
menentukan keberhasilan usaha. Materi sebagai modal walau sepersen tetap
di bilang bermodal, pun dengkul walau dipakai sepersen tetap di bilang
sebagai modal dengkul, namun kategori di sini adalah lebih banyak
dengkulnya di banding modalnya.
Orang orang ini telah membuktikan bahwa keberanian, gerak gesit, strategi ala Sun Tzu
lebih di utamakan di banding menumpuk modal besar untuk usaha langsung
gres gresan. Mereka memulai dari kondisi paling kritis lebih dahulu,
untuk belajar bersabar meraih hak hak dari buah kesabaran itu. Yakni
sukses.
Merekalah para manusia yang digadang gadang si bos besar Bob Sadino
sebagai orang orang sinting, yang mencintai profesinya dan lupa membuat
kasir selama beberapa tahun awal usaha, sehingga duitnya bolong, bocor
tidak terlihat mereka sedang berusaha, yang tampak malah mereka lusuh
kucel, dan berparas seperti manusia yang di opname. Anggapan itu anggap
saja benar, karena orang di opname adalah di upayakan untuk lebih sehat,
anggap saja opnamenya itu vitamin yang mengubah orang mendadak super
dengan dosis yang stimultan dan terus menerus. Ada di antara mereka yang
sukses seperti kilat, ada yang menunggu jatah antrian paling belakang,
tapi deposito bentuknya, makin lama di simpan bunga makin besar.
Ujung-ujung jadi besar menggurita.
Berikut ini kisah penggalan mengenai 8 Pengusaha yang sukses karena
paham dengkul itu punya harga. Mereka bisa memandang dengkul sebagai
hutang, sebagai motivasi, sebagai bare hand fist, atau sebagai gerak tanpa henti dari tubuh yang tak lelah mencari.
Doris Aminah Nasution—Biar Hutang Bernyanyi
Sedikit mendompleng lagu ‘Biar Sepi Bernyanyi’ yang pernah di bawakan
oleh Chintami Atmanegara, maka Doris memahami bahwa usaha butiqnya
Butik Shakira
yang melesat bak meteor, butuh keberanian dengkul yang hebat.
Keberanian dengkul itu adalah bergerak cepat menerima kemungkinan
pembesaran modal pinjaman dari Bank yang di kategorikan sebagai
a long long long
modal. Alias modal pinjaman berjangka 15 tahun untuk pengembangan
usaha. Dan jangan si hutang yang dilihat, pinjam pinjam pun syah saja.
Sebagaimana pengakuan dalam Blognya. http://dorisnasution.blogspot.com.
“Akhirnya memberanikan diri untuk mengambil langkah kecil lagi
dalam journey wirausaha ini. Minggu lalu, tepatnya tanggal 25 Juni 2006
adalah hari yang bersejarah karena pada hari itu diputuskan untuk
membuka kios yang didapat dengan status pinjam pakai di Jakarta City
Center (JaCC), waduk melati-Tanah Abang. Setelah melewati waktu yang
cukup lama, sekitar 6 bulan, malang melintang mengikuti kegiatan
kegiatan dari TDA (thanks bunch to TDA, I love you all) dan seminar
seminar untuk mendorong keberanian diri dan menambah keyakinan untuk
full menjadi Tangan Di Atas, kios tersebut dibuka dengan ucapan
basmallah.”
Soni Sugema College–Punya Ide Mbok ya Dipakai
Inilah pengusaha dengkul sejati. Hobinya menggerakkan kaki dari satu
tempat ke tempat lain, berbekal otak yang di miliki. Apa yang doi
dagangkan? Ide! Ya sesederhana itu. Ide, karena bidangnya adalah
wilayah pendidikan pelatihan trip sukses belajar hingga menembus PT di
banyak bimbel. Maka ide yang dijual adalah bagaimana caranya memastikan
lolos PT dengan trik trik mengerjakan soal.
Ah tapi kan, segala sesuatunya pasti bermodal, mosok dengkul saja. loooh
dengkul itu sudah memberinya pengalaman untuk akhirnya berani
menggelontor dana. pengalaman yang diperoleh Sony saat Ia mengajar,
akhirnya berujung pada bisnis bimbingan belajar sendiri (maksudnya milik
Sony sendiri) di tahun 1990. Bimbingan belajar yang diberi nama Sony Sugema College di bikin dengan modal Rp 1,5 juta, yang keluar untuk membayar pegawai dan menyewa ruangan belajar.
Yulmasri—Biarkan Ayam yang Jadi Pengecut
Benar biarkan ayam saja yang jadi pengecutnya. Manusia jangan sampai ikut ikutan jadi kecut. Yulmasri si bandar ayam ini paham caranya memandang hidup. Menurut doi, “Saya
memulai usaha ini bermodalkan tekad dan keberanian saja. Setelah dua
tahun jadi karyawan, saya berpikir saatnya untuk mencoba wiraswasta.
Kalau jadi karyawan terus, kapan baru bisa hidup layak di kota besar
seperti ini? Lalu saya memuluskan untuk berdagang ayam. Kebetulan selama
kuliah dan kerja di Cileungsi saya sering membantu paman yang berjualan
ayam di Pasar Cileungsi. Jadi sudah tahu sedikit seluk beluknya,”
nah, berhubung sudah pengalaman memangkas dengkul ayam, maka tidaklah
bisa keliru jika dengkul sendiri ikut di manfaatkan untuk berani
berusaha lebih jauh. Dan hasilnya penghasilan bersih sejuta sehari.
Padahal diapun ikut memperkerjakan 12 karyawan.
Saptuari Sugiharto—Suatu hari Kaya Harta
“Someday.. suatu hari nanti, kelak, nanti, di sana, ujungnya..” nah itu kalimat optimis.. “Andaikan, bilakah, mudah-mudahan, Jika…“
Nah, itu kalimat negatif. Bung Saptuari ini rupanya termasuk yang
pertama. Anak muda ini yang beken dengan kedai digitalnya itu tengah
merintis menjadi pensiun muda dengan bisnis kaos kulturalnya, Jogja
Istimewa, atau Jogist. Dalam pengisahan okezone.com. Pria yang biasa
disapa Saptu ini rupanya pernah jadi finalis Wirausaha Muda Mandiri
pada 2007. Dirinya terhitung sudah mempunyai 61 cabang Kedai Digital
di 30 kota yang tersebar di Indonesia. Kedai Digital pun mempunyai
konsep menghadirkan merchandise pribadi. Omsetnya milliyaran, dimulai
dari dengkul berkerja di bawah orang lain dengan gaji 80 ribu sebulan,
pada 1998. Jumlah yang cukup untuk beli gorengan sambil mengutang hari
sisanya / bulan. Akhirnya buat usaha, rada sukses, buat cabang, kena
Gempa Jogja, tapi gempa itu malah jadi wangsit, bangun yang lebih besar
lagi. “Saya enggak nyerah, waktu usaha saya terimbas gempa, saya coba
lagi. Pada 2007 saya mengajak beberapa karyawan untuk mengajak menaruh
saham di Kedai Digital, dari kerjasama itu menghasilkan lima cabang di
Yogya” dan besarlah anak muda ini.
Anindya—Jumpa Budaya
Gadis kota datang berniat memberdayakan orang desa. hasilnya? Malah dia
sendiri yang berdaya. Yah sudah jamak rasanya kisah kisah para anak muda
cerdas yang modal dengan dengkul KKN, pergi meneliti kehidupan desa,
dengan biaya suatu kantor penelitian, biaya kampus, biaya pemerintah,
agar program program pemerintah terlihat riil. Yang jarang itu, anak
muda datang ke sana dan tiba-tiba belajar sadar, bahwa dirinya itu
kecil, tidak punya arti di banding kekayaan orang desa yang punya
potensi. Dan kini dengan kain Tenun asal Sumba yang kini menjadi
imperium bisnis House of Lawe. Jangan tanya berapa omsetnya. Ngeri. Googling saja sendiri. Nah, bagi Anda mahasiswa siapapun di manapun, jika ada kesempatan KKN, lihat dengan mata hati, berdayakan dirimu.
MS Darda-Iswati – Rayuan Pulau Kelapa
Akas, merupakan sinonim Aneka Kerajinan Anyaman Sabut Kelapa. Hari geene
masih ada anyaman sabut kelapa, memangnya kita hidup di zaman kolonial
Belanda? “Kenapa kelapa? Kenapa sekarang?” Tanya Anda. “Kenapa tidak?”
barangkali itulah jawaban MS Darda, sang kepala UKM
AKAS. “loh itu pertanyaan yang syah?” Anda terus mengejar. “Sama syahnya
dengan jawaban gue.” Itulah jawaban yang tepat bagi mereka yang
pesimis. Inilah UKM AKAS, Mereka berhasil mengembangkan berbagai macam
produk berbahan sabut kelapa dalam pelbagai variannya, seperti kasur,
bantal dan guling. UKM AKAS ini pernah mendapatkan penghargaan, Anugerah Industri Hijau
2010, dari Kementerian Perindustrian RI dan bila Anda bertanya
keuntungan, hitung saja permintaan pasar besar selalu di terima dari
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Irian, dan bahkan perlu melayani
permintaan dari luar negeri. Seperti Malaysia, Hong Kong, dsb. Produk
dari sabut kelapa itu, ajaibnya, di luar negeri digunakan untuk
pembuatan jalan yang berfungsi agar bagian aspal jalan tidak bergerak
waktu dilalui oleh kendaraan berat. Dan siapapun yang melibatkan kelapa
akan mafhum bahwa ada yang pakai dengkul di sini.
Sumber :
http://www.kabarukm.com/kisah-6-pengusaha-sukses-nominasi-modal-dengkul-part-1.html